- Pentingnya amalan hati
Secara umum amalan hati lebih penting dan ditekankan daripada amalan lahiriyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan:"Bahwasanya ia meru pakan pokok
keimanan dan landasan utama agama, seperti mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala
dan rasulNya, bertawakal kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , ikhlas dalam
menjalankan agama semata-mata karena Allah Subhannahu wa Ta'ala , bersyukur
kepadaNya, bersabar atas keputusan atau hukumNya, takut dan berharap
kepadaNya,.. dan ini semua menurut kesepakatan para ulama adalah perkara wajib
(Al fatawa 10/5, juga 20/70)
Imam Ibnu Qayyim juga pernah berkata: "Amalan hati merupakan hal yang
pokok dan utama, sedangkan anggota badan adalah pengikut dan penyempurna.
Sesungguhnya niat ibarat ruh, dan gerakan anggota badan adalah jasadnya. Jika
ruh itu terlepas maka matilah jasad. Oleh karena itu memahami hukum-hukum yang
berkaitan dengan hati lebih penting daripada memahami hukum-hukum yang
berkaitan dengan gerakan anggota badan (Badai 'ul Fawaid 3/224).
Lebih jauh lagi dalam kitab yang sama beliau menegaskan bahwa perbuatan yang
dilakukan anggota badan tidak ada manfaatnya tanpa amalan hati, dan
sesungguhnya amalan hati lebih fardhu (lebih wajib) bagi seorang hamba daripada
amalan anggota badan.
- Kedudukan Ikhlas
Ikhlas merupakan hakikat dari agama dan kunci dakwah para rasul Shallallaahu
'alaihi wa Salam .
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan (ikhlas)
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
(QS. 98:5)
Juga firmanNya yang lain, artinya: "Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya."
(QS. 67:2)
Berkata Al Fudhail (Ibnu Iyadl, penj), makna dari kata ahsanu 'amala (lebih
baik amalnya) adalah akhlasuhu wa Ashwabuhu, yang lebih ikhlas dan lebih benar
(sesuai tuntunan).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu beliau berkata: 'Aku
mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, Allah Subhannahu
wa Ta'ala berfirman, artinya: "Aku adalah Tuhan yang tidak membutuhkan
persekutuan , barang siapa melakukan suatu per-buatan yang di dalamnya
menyekutukan Aku dengan selainKu maka Aku tinggalkan dia dan juga
sekutunya." (HR. Muslim).
Oleh karenanya suatu ketaatan apapun bentuknya jika dilakukan dengan tidak
ikhlas dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan tidak
berpahala, bahkan pelakuknya akan menghadapi ancaman Allah yang sangat besar.
Sebagaimana dalam hadits, bahwa manusia pertama yang akan diadili pada hari
kiamat nanti adalah orang yang mati syahid, namun niatnya dalam berperang
adalah agar disebut pemberani. Orang kedua yang diadili adalah orang yang
belajar dan mengajarkan ilmu serta mempelajari Al Qur'an, namun niatnya supaya
disebut sebagai qori' atau alim. Dan orang ketiga adalah orang yang diberi keluasan
rizki dan harta lalu ia berinfak dengan harta tersebut akan tetapi tujuannya
agar disebut sebagai orang yang dermawan. Maka ketiga orang ini bernasib sama,
yakni dimasukkan kedalam Neraka. (na'udzu billah min dzalik).
- Pengertian Ikhlas
Ada beberapa pengertian ikhlas, diantarnya:
§ Semata-mata
bertujuan karena Allah ketika melakukan ketaatan.
§ Ada
yang mengatakan ikhlas ialah membersihkan amalan dari ingin mencari perhatian
manusia.
§ Sebagian
lagi ada yang mendefinisikan bahwa orang yang ikhlas ialah orang yang tidak
memperdulikan meskipun seluruh penghormatan dan peng-hargaan hilang dari
dirinya dan berpindah kepada orang lain,karena ingin memperbaiki hatinya hanya
untuk Allah semata dan ia tidak senang jikalau amalan yang ia lakukan
diperhatikan oleh orang,walaupun perbuatan itu sepele.
Ditanya Sahl bin Abdullah At-Tusturi, Apa yang paling berat bagi nafsu? Ia
menjawab: "Ikhlas, karena dengan demikian nafsu tidak memiliki tempat dan
bagian lagi." Berkata Sufyan Ats-Tsauri: "Tidak ada yang paling berat
untuk kuobati daripada niatku, karena ia selalu berubah-ubah."
- Perusak-perusak Keikhlasan
Ada beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan yaitu:
§ Riya'
ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu
orang-orangpun memujinya.
§ Sum'ah,
yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari
popularitas).
§ 'Ujub,
masih termasuk kategori riya' hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa: "Riya' masuk didalam bab
menyekutukan Allah denga makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan
Allah dengan diri-sendiri. (Al fatawaa, 10/277)
Disamping itu ada bentuk detail dari perbuatan riya' yang sangat tersembunyi,
atau di sebut dengan riya' khafiy' yaitu:
§ Seseorang
sudah secara diam-diam melakukan ketaatan yang ia tidak ingin menampakkannya
dan tidak suka jika diketahui oleh banyak orang, akan tatapi bersamaan dengan
itu ia menyukai kalau orang lain mendahului salam terhadapnya, menyambutnya
dengan ceria dan penuh hormat, memujinya, segera memenuhi keinginannya,
diperlakukan lain dalam jual beli (diistimewakan), dan diberi keluasan dalam
tempat duduk. Jika itu semua tidak ia dapatkan ia merasa ada beban yang
mengganjal dalam hatinya, seolah-olah dengan ketaatan yang ia sembunyikan itu ia
mengharapkan agar orang selalu menghormatinya.
§ Menjadikan
ikhlas sebagai wasilah (sarana) bukan maksud dan tujuan.
Syaikhul Islam telah memperingatkan dari hal yang tersembunyi ini, beliau
berkata: "Dikisahkan bahwa Abu Hamid Al Ghazali ketika sampai kepadanya,
bahwa barangsiapa yang berbuat ikhlas semata-mata karena Allah selama
empatpuluh hari maka akan memancar hikmah dalam hati orang tersebut melalui
lisanya (ucapan), berkata Abu Hamid: "Maka aku berbuat ikhlas selama empat
puluh hari, namun tidak memancar apa-apa dariku, lalu kusampaikan hal ini
kepada sebagian ahli ilmu, maka ia berkata: "Sesungguhnya kamu ikhlas
hanya untuk mendapatkan hikmah, dan ikhlasmu itu bukan karena Allah semata.
Kemudian Ibnu Taymiyah berkata: "Hal ini dikarenakan manusai terkadang
ingin disebut ahli ilmu dan hikmah, dihormati dan dipuji manusia, dan
lain-lain, sementara ia tahu bahwa untuk medapatkan semua itu harus dengan cara
ikhlas karena Allah.Jika ia menginginkan tujuan pribadi tapi dengan cara
berbuat ikhlas karena Allah,maka terjadilah dua hal yang saling bertentangan.
Dengan kata lain, Allah di sini hanya dijadikan sebagai sarana saja, sedang
tujuannya adalah selain Allah.
§ Yaitu
apa yang diisyaratkan Ibnu Rajab beliau berkata: "Ada satu hal yang sangat
tersembunyi, yaitu terkadang seseorang mencela dan menjelek-jelekan dirinya
dihadapan orang lain dengan tujuan agar orang tersebut menganggapnya sebagai
orang yang tawadhu' dan merendah, sehingga dengan itu orang justru mengangkat
dan memujinya. Ini merupakan pintu riya' yang sangat tersembunyi yang selalu
diperingatkan oleh para salafus shaleh.
Cara-cara
mengobati riya'
§ Harus
menyadari sepenuhnya , bahwa kita manusia ini semata-mata adalah hamba. Dan
tugas seorang hamba adalah mengabdi dengan sepenuh hati, dengan mengharap
kucuran belas kasih dan keridhaanNya semata.
§ Menyaksikan
pemberian Allah, keutamaan dan taufikNya, sehingga segala sesuatunya diukur
dengan kehendak Allah bukan kemauan diri sendiri.
§ Selalu
melihat aib dan kekurangan diri kita, merenungi seberapa banyak bagian dari
amal yang telah kita berikan untuk hawa nafsu dan syetan. Karena ketika orang
tidak mau melakukan suatu amal, atau melakukannya namun sangat minim maka
berarti telah memberikan bagian (yang sebenarnya untuk Allah), kepada hawa
nafsu atau syetan.
§ Memperingatkan
diri dengan perintah-perintah Allah yang bisa memperbaiki hati.
§ Takut
akan murka Allah, ketika Dia melihat hati kita selalu dalam keadaan berbuat
riya'.
§ Memperbanyak
ibadah-ibadah yang tersembunyi seperti qiyamul lail, shadaqah sirri, menagis
karena Allah dikala menyandiri dan sebagainya.
§ Membuktikan
pengagungan kita kepada Allah, dengan merealisasikan tauhid dan mengamalkannya.
§ Mengingat
kematian dan sakaratul maut, kubur dan kedah syatannya, hari akhir dan
huru-haranya.
§ Mengenal
riya', pintu-pintu masuk dan kesamarannya, sehingga bisa terbebas darinya.
§ Melihat
akibat para pelaku riya' baik di dunia maupun di akhirat.
§ Meminta
pertolongan dan perlindungan kepada Allah dari perbuatan riya'dengan membaca
doa:"Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat syirik padahal aku
mengetahui,dan aku mohon ampun atas apa-apa yang tidak ku ketahui."
Wallahu a'lam bis shawab.
Disarikan dari buku al ikhlash wa asy syirkul asghar,Dr Abdul Aziz bin
Muhammad Al Abdul Lathif, Darul Wathan Riyadh
(Ibnu Djawari)